Sebenarnya tulisan yang atu ni copy pazte dari jurnal sich, tulisan dari my cool lecture mr. David B Kamadjaya. Maaph y dok...saya copy paste di blog saya tapi ada sedikit yang saya edit ..hehehe.
Syncope atau bisa disebut juga vasodepressor syncope adalah suatu kegawatdaruratan medik yang paling sering dijumpai di tempat praktek dokter gigi, dimana pasien mengalami penurunan atau kehilangan kesadaran secara tiba-tiba dan bersifat sementara akibat tidak adequatnya cerebral blood flow (aliran darah di otak tidak tercukupi). Hal ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan bradikardi (tekanan darah melemah) secara mendadak sehingga menimbulkan hipotensi (rendahnya tekanan darah).
Faktor yang dapat memicu terjadinya syncope dibagi menjadi 2 yaitu: faktor psikogenik (rasa takut, tegang, stres emosional, rasa nyeri hebat yang terjadi secara tiba2 dan tidak terduga dan rasa ngeri melihat darah atau peralatan kedokteran seperti jarum suntik, alat2 kedokteran gigi) dan Faktor non psikogenik (posisi duduk tegak, rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, dan lingkungan yang panas, lembab dan padat, pasien laki2, pasien dengan usia antara 16-35 tahun).
Gejala klinis vasodepressor syncope dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu: Presyncope, syncope, postsyncope. Fase presyncope adalah manifestasi prodormal (gejala awal) syncope diawali dengan perasaan tidak nyaman, seakan mau pingsan, mual, keringat dingin d seluruh tubuh. Apabila berlanjut dapat muncul tanda2 dilatasi pupil, pasien menguap, hyperpnea(kedalaman pernapasan yang meningkat) dan ekstremitas atas dan bawah (tangan dan kaki) teraba dingin. Pada fase ini tekanan darah dan nadi turun pada titik dimana belum terjadi kehilangan kesadaran.
Fase syncope ditandai dengan hilangnya kesadaran pasien dengan gejala klinis berupa (a) pernapasan pendek, dangkal, dan tidak teratur, (b) bradikardi dan hipotensi berlanjut, (c) nadi teraba lemah dan gerakan konvulsif dan muscular twitching pada otot2 lengan, tungkai dan wajah. Pada fase ini pasien rentan mengalami obstruksi jalan napas karena terjadinya relaksasi otot2 akibat hilangnya kesadaran. Durasi fase syncope bervariasi tergantung posisi tubuh pasien. Pada posisi supine( kepala lebih rendah daripada kaki) pemulihan akan berlangsung cepat, mulai beberapa detik sampai beberapa menit.
Fase terakhir adalah fase postsyncope yaitu periode pemulihan dimana pasien kembali pada kesadarannya. Pada fase awal postsyncope pasien dapat mengalami disorientasi, mual, dan berkeringat. Pada pemeriksaan klinis didapatkan nadi mulai meningkat dan teraba lebih kuat dan tekanan darah mulai naik.
Tata laksana kegawatdaruratan medis dilakukan berdasar kaidah-kaidah baku yang harus diikuti yaitu penilaian tentang jalan napas (airway), pernapasan(breathing), sirkulasi( circulation), kesadaran (disability) disingkat ABCD.
Pada pasien yang mengalami syncope, perlu dimonitor kesadarannya secara berkala dengan melakukan komunikasi verbal dengan pasien. Apabila pasien dapat merespon baik secara verbal maupun non verbal berarti aspek airway dan breathing baik. Aspek circulation dapat dinilai dengan memonitor nadi arteri radialis dan pengukuran tekanan darah.
Penanganan synkope sebenarnya cukup sederhana yaitu menempatkan pasien pada posisi supine atau posisi shock( shock position). Kedua posisi ini bisa memperbaiki venous return ke jantung dan selanjutnya meningkat cerebral blood flow. Selain intervensi tersebut pasien dapat diberikan oksigen murni 100% melalui face mask dengan kecepatan aliran 6-8 liter per menit. Bila intervensi dapat dilakukan segera maka biasanya kesadaran pasien akan kembali dalam waktu relatif cepat.
Setelah kesadaran pulih tetap pertahankan penderita pada posisi supine, jangan tergesa-gesa mendudukkan pasien pada posisi tegak karena hal ini dapat menyebabkan terulangnya kejadian syncope yang dapat berlangsung lebih berat dan membutuhkan waktu lebih lama.
Syncope di tempat dokter gigi bisa dihindarkan apabila dokter gigi memahami faktor predisposisi terjadinya synkope dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk meminimalisir faktor predisposisi tersebut sebelum memulai prosedur perawatan gigi. Apabila telah terjadi syncope, dokter gigi harus bersikap tenang dan tidak panik, supaya dapat melakukan tata laksana dengan segera dan tepat.
Sumber : Kamadjaya, David B. 2011. "Vasodepressor syncope di tempat praktek dokter gigi, Bagaimana mencegah dan Mengatasinya?",Jurnal PDGI edisi januari-april 2010 Vol 59 No.1. Jakarta: Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar